Wednesday 28 March 2012

Freak but Sweet

Satu minggu diawal bulan Maret 2012. Gue mendapatkan kunjungan mendadak dari temen gue. Helen namanya. Cewek berkulit cokelat, parasnya manis, kalau nggak percaya jilatin aja dia. Memiliki mata sebesar mata onta, dan berbulu tebal. Tenang saja gue bisa jamin dia masih manusia. Banyak hal yang menarik dari dirinya, salah satunya adalah kebiasaannya dalam mengubah bahasa Indonesia. Contohnya dia nggak mau atau nggak bisa atau apapun alasannya gue juga nggak tau pasti, dia selalu mengganti kata ‘terserah’ menjadi ‘setera’. ‘efektif’ menjadi ‘ekfektif’, ‘ropang’ (roti panggang) menjadi ‘rompang’, sekalian aja jadi empang. Kalau bukan temennya, pasti berpikir, makhluk apa ini? Mungkin dia mau menjadi tokoh sejarah. Dimana jika ada seorang guru bertanya pada murid-muridnya, ‘Siapa tokoh Indonesia yang berhasil merubah ropang menjadi empang?’ maka dengan pasti jawabannya adalah ‘Helen!’

Dia datang dari kampung halaman gue tercinta, Tanjungpinang. Buat kalian-kalian yang tidak tahu tentang Tanjungpinang, silahkan berkunjung kerumah tante google. Dia datang ke Jakarta dengan tujuan untuk jalan-jalan. Ceritanya minta ditemenin sama temen-temennya. So sweet sekali dia. Sudah gue bilang kan dia itu manis. Namun, terkadang manis yang ada pada dirinya hilang kalau dia mulai sembrono. Berdasarkan pengalaman gue tidur sekamar dengan dia, dia suka sekali memberikan gue kejutan. Seperti lagu tenor yang hanya bisa dia hasilkan melalui pembuangan gas. ‘PROOOTTTT’, seperti itu bunyinya. Minimal sehari sekali kita bisa mendengarkannya. Kentutnya nggak bau, tapi kalau dia buang air besar dan lupa menutup pintu toilet setelah itu, baunya bukan main semerbak. Semerbak tingkat kelurahan! Baunya akan segera menyebar hingga 100 meter. Seperti pemberantasan hama, namun targetnya bukan hama, melainkan manusia. Setelah lupa, dia cuma bisa ngakak bahagia melihat gue terkapar gila. Akhirnya, gue pun mulai bete dan melakukan pembalasan dendam. Gue kentutin balik aja. Dan kitapun kentut-kentutan. Kacau sekali keadaan kamar gue setelah itu. Mohon untuk anda-anda yang berniat mengenal Helen lebih jauh, pikirkan terlebih dahulu. Cewek ini mempunyai kemampuan untuk merubah perilaku sopan menjadi brutal, gue korbannya. Kalau gak siap, mendingan mundur saja.

Namun dibalik sifat-sifat aneh nya, dia cukup ngangenin. Sifatnya yang easy-going mudah membuat sekitarnya nyaman. Ini menunjukkan bahwa, setiap manusia mempunyai kelebihan dan kekurangan. Tidak terkecuali siapapun itu. Tidak ada yang sempurna. Bahkan superman aja punya kekurangan, yaitu kekurangan dalam hal berpakaian. Dia pakai kolor diluar, diluar! Sampai sekarang gue masie nggak ngerti kenapa dia begitu. Keanehan yang gila.

Ketidakpastian

Terkadang apa yang ingin dikatakan tidak selalu membawa tawa. Terkadang ini semua semata-mata tempat persembunyian saja. Cara penyampaian yang menyenangkan tak bisa selalu ada. Ini lah saat dimana lupa tersenyum melanda. Dikala apa yang kita rasakan ternyata tak berbentuk apapun dan tak bermakna apapun. Kosong, itu yang kita sebut. Pernahkah sekali saja dalam hidupmu, kau merasa kosong? Tak ada tujuan, tak ada keinginan, tak pasti.

Iri melihat mereka yang punya tujuan dalam hidup, punya sesuatu untuk diperjuangkan. Sedangkan, diri ini sendiri hanya terbungkam dan selalu tak tahu dari waktu ke waktu. Semua menjadi abu-abu. Tak jelas, semacam jendela kaca yang lama tak dibersihkan. Buram. Menjadikan apa yang dilihat tak berbentuk pasti. Semacam kumpulan seribu bayangan, terlalu ramai. Tak berarah, layaknya sebuah kompas tanpa jarum. Tahu berbagai macam arah, tapi tak tahu yang mana yang harus dilalui.

Yang tersimpan hanya sepihan harapan. Harapan yang tak bisa dimengerti begitu saja. Harapan yang masih dinanti untuk tahu, kemana arah aliran hidup yang harus ditempuh. Apa makna dari segala waktu yang diselimuti ketidakpastian.

Friday 9 March 2012

Pubo tidak gay

Disaat gue lagi galau-galaunya karena belum punya pacar, temen gue mengalami masalah lain. Nama temen gue yang selama 3 jam ngebahas hal yang sama ini adalah Pubo. Pubo ini cowok cungkring yang baru mulai jantan setelah kuliah. Pubo ini berwajah ganteng, tapi belum juga punya pacar. Belum laku seperti gue. Entah kenapa kegantengannya tanpa pacar itu menyebabkan para homo-homo tertarik padanya. Seharian ini dia galau ceritanya. Bukan karena belum punya pacar, tapi gara-gara dia curiga kalau temen deketnya itu seorang homo dan suka sama dia.


Awal-awal Pubo curhat sama gue, keseluruhan cerita disampaikan dengan berbelit-belit. Pubo takut kalau dia menceritakan semuanya dengan cepat, pendengar akan mengira kalau dia juga homo. Walau dia memang sedikit mirip sama homo. Pubo mengambil berbagai macam perumpamaan yang gak jelas, sampai akhirnya dia pasrah dan mengatakan yang sebenarnya. Dengan mata yang hitam karena mascara gue udah belepotan kemana-mana, gue berusaha mendengarkan dia dengan serius. Sedangkan teman gue yang lain sudah tertidur hingga yang terdengar hanya dengkurannya yang tak berhenti.

Pubo bilang temen deketnya ini pernah bilang sayang ke dia. Weh, cowok umumnya gak akan bilang sayang ketemen cowoknya sendiri. Sedekat apapun. Itu nakutin, kata Pubo. Kemudian Pubo juga bilang kalau ternyata cowok itu pernah ngelus-ngelus kepala dan punggungnya. Pertanyaan gue, kenapa si Pubo bego ini mau dielus-elus sama cowok. Jangan-jangan Pubo juga menikmati elusan itu. Pubo bilang, ‘gue nggak gay, rika. Gue nggak gay!!’. Gue akui Pubo memang nggak gay. Dia beneran nggak gay. Bisa dibuktikan dengan ketidak warasan dia dalam mencintai gebetannya. Maksud gue, Pubo ini lebay orangnya. Suka sok-sokan misterius tentang gebetannya, padahal dia udah panas dingin, guling-guling nggak jelas gara-gara itu cewek.

Pertanda lain yang Pubo tunjukkan adalah beberapa hari yang lalu Pubo secara tidak sengaja melihat history google chrome temen deketnya itu. Pubo menemukan beberapa history tentang homo. Dan juga simpanan beberapa foto-foto cowok telanjang. Cowok kok menyimpan foto-foto cowok telanjang. Keadaan mulai menegangkan. Pubo semakin takut, wajahnya semakin mengerikan jadi tidak ganteng lagi. Dia bahkan sempat bertanya, ‘Rika, gue bisa jadi homo nggak yah?’

Gue menjawab ‘Bisa aja kalau lo mau.’

Pubo tampak pucat. ‘Gak Rika, gue nggak mau.’

‘kalau gak mau yasudah, gitu aja kok susah. Kan dia yang homo, kenapa lo yang repot sih? Udah byarin aja, emang maunya dia begitu kali.’

Pubo mengangguk mantap kemudian menatap gue dengan tajam. Gue pun menatapnya dengan tajam kembali. Kemudian gue tertawa dan merasa seperti sedang beradu siapa yang paling sadis tatapannya.

Pubo menggertak, ‘Rika! Gue serius!’

Pubo tidak mau menyakiti perasaan teman yang dicurigai homo itu. Dia bertanya apa yang harus ia lakukan. Pubo menjambak rambutnya sendiri seperti orang yang mengalami gangguan jiwa. Kasihan sekali Pubo. Dia panik, seperti pria yang sedang ditodong dipinggir jalan. Sekaligus takut akan keberadaan temannya. Dia memulai parnonya sepanjang malam, hingga mengirim blackberry-messenger ke gue :



Kecurigaannya belum selesai hingga saat ini. Saran gue untuk kalian yang dijadikan masalah oleh orang-orang parno seperti Pubo silahkan bunuh orang tersebut saat itu juga. Maka hidup kalian akan tentram untuk selanjutnya.

Sunday 4 March 2012

Anjing Penjaga tak Berhati

Binatang yang sering ditemukan dijakarta dan juga sering menjadi pilihan yang tepat untuk dipelihara adalah para anjing. Bagi gue mereka itu bagaikan mala petaka. Banyak pengalaman hidup gue mengenai anjing yang menyiksa dan merusak moral gue.


Pertama, suatu ketika parkiran mobil dikosan gue penuh. Sehingga mau tidak mau gue harus menyewa tempat parkir diujung gang untuk jaga-jaga jika tidak dapat parkiran. Tempat parkiran mobil itu cukup luas, bisa menampung sekitar 20 mobil didalamnya. Dan hanya ada satu penjaga ditempat itu, yaitu seorang bapak-bapak tua berkacamata, berdandan seperti preman tahun70-an, dan bersuara cempreng. Dengan tempat seluas itu si bapak ini tidak mungkin bisa menjaganya sendirian. Untuk membantunya menjaga parkiran, si Bapak memelihara sekitar tujuh ekor anjing berwarna cokelat. Benar, memang anjing sangat menguntungkan karena anjing manapun dimuka bumi ini, tidak ada satupun dari mereka yang bisa mencuri mobil.


Awal gue mau parkir disitu, si bapak bilang dengan tersenyum lebar dan tampak giginya yang tidak rata, ‘tenang aja, anjingnya cuma suka ngegong-gong, tapi mereka nggak gigit kok.’ . Jujur, gue memang tenang pada saat si bapak berkata seperti itu. Gue mulai sering parkir disana. Suatu malam, dimana kesialan sedang menyertai gue, ada barang yang ketinggalan dimobil. Gue bergegas mengambilnya. Malam itu gang yang gue lewati cukup gelap, hanya ada sedikit cahaya yang menyinari jalan. Pada saat gue mulai masuk, anjing-anjing itu menggong-gong dengan keras dan mengepung gue. Mati lah. Tamat sudah riwayat gue. Gue seperti maling ayam yang ketangkap kepala desa. Kaki gue gemetaran, hampir pipis ketakutan disitu namun nggak jadi. Udara dingin, dan gue terjepit antara dua buah mobil untuk berlindung dan didepan gue penuh dengan anjing yang menggong-gong. Gue meronta-ronta, berteriak-teriak gila memanggil si bapak. “BAPAK!!! BAPAAAAAK!!! BAPAAAAAAAAAAAK!!”. Anjing-anjing itu pun tidak mau kalah. Mereka semakin keras mengong-gongnya. Gue merasa seperti lagi lomba nyanyi dengan mereka. Tapi emang si bapak penjaga ini tidurnya kayak kebo, dia nggak bangun-bangun. Mau teriak seperti apapun dia nggak akan bangun. Gue tidak pasrah, gue terus berteriak.

Akhirnya setelah selama 15 menit gue lewati seperti di film-film thriller, ada dua orang bapak-bapak datang menolong. Tapi tidak satu pun dari mereka adalah si bapak penjaga parkiran. Itu orang tidurnya sampai mati suri mungkin. Dua orang bapak-bapak ini datang dengan membawa ranting kayu yang cukup besar dan berjalan mendekati gue yang dikepung gerombolan anjing gila bagai samurai dengan pedangnya. Terimakasih kepada mereka gue terselamatkan. Benar, kata si bapak, anjing-anjingnya memang tidak mengigit, tapi mengepung gue hidup-hidup.

Kedua, gue pernah menyaksikan anjing-anjing cokelat penjaga parkiran ini bercinta. Tenang sekali. Bahagia sekali. Tidak menggong-gong. Astaga, saat itu gue merasa telah melihat kejadian yang sangat merusak moral. Mohon adik-adik untuk tidak meniru adegan ini. Pesan gue untuk para anjing-anjing, ‘Tolong sekali, cari lah tempat yang tersembunyi, jangan didepan umum seperti itu.’ Benar kata si bapak, anjing-anjingnya memang tidak mengigit tapi suka melakukan adegan porno siaran langsung.


Ketiga, masih dengan anjing-anjing penjaga parkiran mobil gue. Suatu siang yang terik dijakarta, siang itu gue berniat menjemput seorang teman dari bandara. Pada saat gue berjalan masuk kedalam parkiran, gue merasakan ada sosok binatang berkaki empat mengikuti gue dari belakang. Gue tetap tenang, tetap berpikir positif. Mungkin anjing ini hanya ingin berjalan bersama-sama gue, ingin baikan sama gue. Setelah tega mengepung gue waktu itu dan dengan tidak sopan mengganggap gue maling waktu itu.


Beberapa menit berlalu, gue berjalan semakin dekat dengan mobil gue. Namun, tiba-tiba dua ekor anjing yang mengikuti gue dari belakang tadi, menabrakkan seluruh badannya kekaki gue. Gue panik dan menoleh. Mereka berusaha mengepung gue lagi. Gue langsung berteriak “BAPAAAAAAAAAAAAAKKKKK!!!”, seperti banci-banci yang sedang dikejar kantip. Astaga, terjadi lagi! Gue nggak mau meninggal dunia ditangan mereka!. Seperti biasa, bapaknya tidak muncul. Bapak penjaga tega! Gue hampir gila menghadapi para anjing-anjing ini. Apa salah gue sampai terus-terusan dikepung sama mereka. Gue cuma parkir disini. Gue nggak mengganggu kalian. Gue cuma lewat meenn, eh animaaaaal. Si bapak juga mungkin sengaja ingin gue dimakan hidup-hidup sama binatang sinting ini. Tega sekali dia sama gue. Gue memang sering telat bayar uang parkiran. Tapi masa harus gue ganti pake nyawa gue. Jangan gila!

Disaat gue mulai berkeringat ketakutan, seorang bapak-bapak tua lain (bukan bapak penjaga parkiran tega itu) datang menolong gue dengan sepeda motornya. Bapak ini seperti malaikat detik itu, walau tampangnya tidak berkata demikian. Terselamatkan lah nyawa gue. Benar, kata si bapak yang kalau tidur kayak kebo dan tega sekali sama gue, anjing-anjing ini emang nggak gigit, mereka hanya suka main seruduk hingga korban tewas ketakutan ditempat.



Friday 2 March 2012

Temanku ROARR!!!

Ini cerita tentang pertama kali gue ketemu sama Jenny. Jenny ini perempuan, gue bisa menjamin itu. Gue ketemu dia pas SMA. Hari pertama masuk SMA, pas ospek. Gue duduk didepan jenny dan entah siapa yang ada disebelahnya. Nah, ada temen seganknya jenny waktu itu duduk disebelah gue. Otomastis, gue ini pendatang baru yang kesasar disitu. Awal gue mau duduk sama mereka, jujur gue merinding. Mukanya serem-serem. Seperti gangster cewek-cewek yang bawa senjata tajam kesekolah dengan tugas malakin anak-anak cemen seperti gue. Apa daya gue, maunya gue sih nggak duduk disitu. Dari aura mereka aja kelihatan banget gue nggak bakal hidup lama sama mereka. Tatapan mereka aja kayak mau mencabik-cabik hidup gue. Gue cuma bisa berdoa. Tuhan, jangan ambil nyawaku dengan cara seperti ini!.

Gue inget keadaan jenny waktu itu, dia mengikat rambutnya kebelakang ala-ala preman gondrong disertai dengan mata yang bisa ngeluarin sinar laser. Gue sama sekali nggak berani temenan sama dia dan ganknya karena takut dibawa kepergaulan yang salah. Setahun gue lewati, gue tetap tidak berteman dengannya. Kenal aja nggak. Selama setahun lebih gue nggak tau cewek yang mukanya nakutin itu siapa namanya. Sampai lah suatu ketika gue sekelas sama dia. Tepatnya pas kelas 2. Kita masih nggak deket, gue masih trauma sama dia. Gue nggak berani memberikan nyawa gue begitu aja sama dia. Tapi, semakin menghindar, takdir semakin ngaco. Waktu kelas 3, entah mimpi apa, gue terjebak bersama jenny. Habis sudah. Nggak tau gimana ceritanya dia udah nggak bareng sama ganknya lagi. Sedikit bersyukur, gue cuma menghadapi satu orang. Satu aja udah mau mencret-mencret rasanya. Awalnya gue kira dia bakal memperbudak gue. Tapi ternyata dibalik mukanya yang menakutkan itu hiduplah seorang malaikat gila. Jenny dan gue sebernarnya tidak pernah berpikir untuk menjadi teman yang lebih dekat. Entah siasat siapa ini semua terjadi.


Akhirnya, jenny dan gue berteman sampai sekarang. Sudah hampir 5 tahun. Udah kayak masa pemerintahan presiden Indonesia. Pertemanan kita udah seperti es krim green tea sama bubur Madura. Walaupun nggak cocok tetap aja dicampur. Biar kata rasanya aneh, tetap dimakan. Banyak hal-hal aneh yang udah gue dan jenny lihat bersama-sama. Dari yang lucu sampai yang porno. Dari ngomongin soal yang hina-hina tentang diri sendiri sampai ngeliat adegan anjing bercinta digang yang gelap.

Pindah-pindah.

Pertama kali gue kejakarta untuk kuliah, gue tinggal dirumah tante gue. Rumahnya gak besar, tapi cukup bisa membahagiakan penghuni-penghuninya. Hal yang paling gue nggak suka dari rumah tante gue adalah gue harus melewati gang kecil dan sempit dengan berbagai macam kejadian sebelum sampai kerumahnya. Seperti melihat ibu-ibu yang berkumpul sambil merokok, ibu-ibu lagi mencuci baju sambil teriak-teriak ‘BAPAK!!! AMBIL SABUN COLEK!!!’ atau ‘RINO!! JANGAN NGUBEK-NGUBEK GOT!!!! (selokan)’, anak kecil lagi mandi dipinggir jalan, dan membiarkan hidung gue dipenuhi bau busuk seperti bau taik. Gue harus bisa menerima penyiksaan seperti itu selama 5 menit setiap gue mau pergi atau mau pulang. Bayangkan, seorang manusia biasa harus melihat anak kecil mandi, itu pelecehan meeenn. Apalagi kalau melihat anak kecil ngubek-ngebuk selokan yang berisi air hitam kemudian dia mengambil segenggam taik dari selokan itu. Astaga, siapapun! Culik gue sekarang!!

Dirumah itu ada dua orang adik sepupu gue. Dua-duanya laki-laki. Mereka masih ingusan. Ingusnya suka meluber kemana-mana. Gue tinggal dirumah mereka sekitar satu tahun. Gue nggak begitu ingat apa yang terjadi sampe gue memutuskan untuk pindah dan ngekos. Yang gue ingat cuma satu hal, waktu gue mau pamitan sama tante gue, dia keluar dari WC dalam keadaan nggak telanjang dan terisak-isak menangis. Hidungnya memerah hingga pipi. Terdengar suara tarikan ingusnya sambil ngomong. Rambutnya acak-acakan. Terus gue sama tante gue ini peluk-pelukan erat banget. Gue berasa hidup didalam sinetron waktu itu. Padahal gue masih tinggal dijakarta, bukan pindah ke planet mars dan gak balik-balik lagi. Drama sekali.

Sesampai dijakarta, dirumah tante gue tepatnya, gue merasa selain tante gue dan keluarganya, nggak ada yang gue kenal dijakarta. Rasanya seperti datang kedunia baru. Lingkungan baru. Walaupun akhirnya gue kenal sama orang-orang yang busuknya sebusuk-busuknya bangke dijakarta. Kalau tante gue ninggalin gue, gue pasti kayak gelandangan gila kesasar dijakarta. Kalau orang jatuh cinta bakal buta hatinya, gue bakal buta beneran. Bersyukur sekali itu tidak terjadi.

Pindah dari rumah gue ke rumah tante gue terus ngekos, hal yang sama dari perpindahan itu adalah nyokap gue dan tante gue melakukan hal yang sama saat gue mau berangkat. Mewek sampai ingusnya meluber kemana-mana, dan hal itu juga terjadi sama gue. Tisu ataupun sapu tangan udah nggak sanggup menampung ingus gue, mama, dan tante. Gue rasa daster cukup untuk menampung semua ingus. Sayangnya entah daster siapa yang rela gue ingusin.

Awal-awal gue ngekos, itu rasanya seperti gue orang yang paling bebas sebebas-bebasnya. Seperti nara pidana keluar dari penjara. Lebih bahagia lagi daripada itu sepertinya. Dijidat gue ini ada cap ‘anak mami’. Cap itu dianugerahkan ke gue karena selama 17 tahun gue hidup dibumi ini, gue jarang banget diijinin untuk jalan-jalan sama teman-teman gue. Hampir gak boleh malah sama bokap nyokap gue. Makanya pas gue ngekos, itu kayak ‘akhirnya gue bisa menghirup oksigen’. Kayak orang gila, mengap-mengap hirup udara. Tiap hari keluar sama teman-teman gue. Gilanya akut parah. Dulu, gue pernah dengar cerita dari mantan pembantu gue kalau tetangganya ada yang memperlakukan anak perempuannya seperti gue. Sekalinya anak itu keluar, dia langsung dengan lahapnya dan tanpa pikir panjang memakan tanah. Katanya itu karena dia nggak pernah liat tanah. Tapi menurut gue dia obsesi sama tanah. Dia kira itu akan semanis cokelat. Nah, gue nggak separah itu. Lebih baik sedikit dari dia. Gue masih tau kalau tanah itu bukan untuk dimakan. Apalagi kalau ada e’ek disitu.